Total Tayangan Halaman

Senin, 05 Agustus 2019

Kehamilan Gemelli dengan TTTS


Assalamu’alaikum. Salam sejahtera untuk semua. Ini adalah tulisan sedikit tentang kehamilan pertama saya. Bagi para ibu pasti saat hamil adalah salah satu fase hidup paling wow kan. Ada mual, muntah, alergi bau sampe mau pingsan, kurang darah, letih, letoy, banyak utang puasa, dan nikmat lainnya. Setiap ibu pasti punya cerita sendiri tentang kehamilannya. Ini cerita saya.

Muka kusut pagi hari perjalanan dari Stasiun Tugu-Gambir

Empat bulan setelah saya menikah, belum ada tanda-tanda kehamilan muncul. Setelah berapa test pack terbuang dengan setrip 1, alhamdulillah, puji syukur, test pack yang entah ke berapa, menghasilkan dua garis. Karena belum percaya, saya ulangi keesokan hari, hasilnya sama. Dua garis biru. :)

Kunjungan pertama ke dokter spesialis kandungan, sudah saya siapkan jauh hari dengan memilih dokter perempuan cantik di salah satu rumah sakit swasta di Jogja. Pertemuan kami dengan beliau benar-benar membuat kami kaget campur bahagia.

“Ada dua kantong kehamilan, dan dua detak jantung, Gemelli ya bu.”

Mashaa Allah…It’s Twin! Perasaan campur aduk ya kan…Kehamilan merupakan suatu anugerah dari Tuhan. Kehamilan yang dinanti oleh kami adalah kabar yang menggembirakan. Apalagi Tuhan memberikan “bonus” dengan menitipkan janin ganda dalam rahim saya. Bisa dibayangkan bagaimana excited nya? Apalagi tidak menyangka karna sejarah kembar dalam keluarga kami cukup jauh. Kami pulang dengan perasaan masing-masing. Suami berkata, tidak usah ngabari dulu kalau kembar. Saya iya kan saja sambil membayangkan dua anak lucu sama persis tumbuh bersamaan.

Oh ya. Sedikit informasi, istilah gemelli berasal dari bahasa Italia yang artinya kembar. Kehamilan kembar dibagi menjadi dua yaitu monozigot dan dizigot.  Kembar monozigot berarti satu telur yang dibuahi sperma, lalu membelah dua. Kembar dizigot berarti dua telur matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma. Kembar yang dari satu telur dan membelah, bisa jadi kembar identik. Tapi kalo telur tersebut membelah terlalu lama setelah pembuahan, bisa beresiko bayi kembar dempet. Semakin cepat membelah semakin baik. Sedangkan kembar dari dua telur yang dibuahi mungkin anaknya tidak terlalu persis. Demikian sedikit info dari dokter spesialis kandungan saya. Cmiiw.

Singkat cerita, usia kehamilan yang semakin bertambah membuat perut semakin besar. Karena kembar, ukuran perut lebih besar daripada orang hamil satu janin. Di bulan ramadhan tahun 2016, masih ingat betul, saya menempuh jarak PP dari Kebumen-Sleman pagi hari dan Sleman-Kebumen siangnya naik motor dibonceng suami. Ibu-ibu hamil pasti bisa merasakan bagaimana pegalnya dibonceng jarak segitu ya. Tolong bayangkan! Hehe. Demi apa? Demi sosialisasi penulisan ijazah. Hiks! Itu tugas negara yang membuat saya agak sedih ingetnya. Hari itu adalah puasa ramadhan menjelang lebaran. Tepatnya H-2. Rasanya bumil perut gede ini ingin lebih hati-hati, istirahat dan santai di kampung halaman, 
menikmati puasa, masak untuk buka,  tapi ya sudahlah. Hehe…

Libur setelah idul fitri selesai. Saatnya kembali ke tugas negara di tanah rantau. Fyi, saya dan suami LDR Kebumen-Sleman dan hanya bertemu 1 minggu sekali. Konsultasi ke dokter SpOg sempat tertunda 1 minggu. Akhirnya, usia kandungan sekitar 6 bulan saya datang ke RS ditemani adik sepupu saya dan hari itulah kabar mengejutkan disampaikan dokter.

“Ibu, janin 1 abnormal. Terdapat cairan di kepala dan perut janin 1. Saya diagnosis ini adalah asites. Mohon maaf untuk kasus ini harus segera dikonsultasikan kepada dokter spesialis kandungan subspesialis fetomaternal untuk mendeteksi kelainan secara lebih akurat dan spesifik.”

Dokter cantik memberi kabar bak petir di siang bolong. Mendengar kata kelainan pada salah satu janin saya, tentunya menjadi pertanyaan besar. Apakah mereka akan normal, atau tidak normal, atau sakit, atau? Pertanyaan yang memenuhi kepala.

Singkat cerita, kami pulang dan langsung menuju ke klinik dokter yang ditawarkan. Dokter perempuan seengah baya menjelaskan kehamilan saya bermasalah. Ada sindrom TTTS yang terjadi “terlalu cepat” yaitu di trimester kedua awal. Jika tidak dilakukan penanganan, kedua janin beresiko tinggi meninggal salah satu atau keduanya. Fyi, TTTS singkatan dari Twin to Twin Tranfusion Syndrome yang dapat diterjemahkan menjadi Sindrom Transfusi Kembar. TTTS dapat dijelaskan sebagai kondisi adanya donasi darah terus menerus dari satu janin ke janin yang lain. Janin yang menerima disebut resipien, sedangkan yang memberi disebut donor. Ibu yang mengandung bayi kembar dapat mengalami TTTS jika kehamilan monochorionic (satu plasenta) dengan satu kantong kehamilan (monoamniotic) atau dua kantong kehamilan (diamniotic). Kehamilan kembar monokhorionik memiki resiko tinggi. Apalagi jika terdeteksi adanya TTTS. Komplikasi yang dapat terjadi adalah pertumbuhan janin terhambat, kelahiran prematur. cmiiw. 

Lanjut cerita, sang dokter berkata, di Indonesia belum ada alatnya untuk kasus ibu. Juga tidak ada obatnya. Kami para dokter sudah bisa menggunakannya, hanya saja, alat tersebut memang belum ada di negara kita.

Trus saya harus gimana, dokter?

Tidak puas dengan jawaban sang dokter, saya pergi ke klinik lain dimana dokter subspesialis fetomaternal laki-laki yang ramah dan menjelaskan rinci apa yang harus dilakukan.
“Jadi begini ibu, saya jadwalkan ibu untuk amnioreduksi di tanggal sekian di RS Sardjito dan suntik pematang paru untuk janin sebanyak 4x selama 2 hari per 12 jam. Jadi ibu harus opname di Sardjito ya, Ibu. Amnio reduksi ini untuk mengurangi air ketuban yang ada di janin 1. Dia punya kelebihan ketuban. Sedangkan janin 2 kekurangan ketuban. Besok kita periksa rutin kondisi janin, mungkin akan saya jadwalkan operasi sesar minggu ke 28. Tapi jika masih bisa dipertahankan, kita tunda. Bisa minggu ke 30, 31, 32 dst.”

Agustus 2016. Suntik Pematang Paru di RSUP dr Sardjito

Pasrahlah saya mau diapain. Asal kedua janin bisa diupayakan selamat dan sehat. Di RS Sardjito ketika saya opname, dokter laki-laki ramah itu memeriksa melalui USG kondisi kedua janin dan menyatakan tidak berani melakukan amnio reduksi.

“Maaf ibu, posisi plasenta sangat dekat dengan area yang akan saya buka. Saya tidak berani karena resiko pendarahan jika saya sayat dan terkena plasenta bisa membahayakan semua.”

“Trus saya harus gimana, dokter?”

Pertanyaan itu kembali terulang. Dokter menenangkan dan akan mencoba memeriksa lagi esok. Di tengah kebingungan itu, kami tidak lupa memohon pertolongannya. Hingga esoknya, dokter kembali tidak berani menyayat perut saya. Saat suntik pematang paru selesai dilaksanakan, kami hendak berkemas pulang. Namun, kakak saya mengabarkan, di Jakarta ada RS yang bisa menangani psien dengan kasus saya. Langsung saja, sebelum pulang, kami minta dirujuk ke RS Harapan Kita Jakarta.

*bersambung*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar